Sabtu, 05 Februari 2011

OTAK DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF

TUGAS 1

HUMAN BRAIN AND COGNITIVE DEVELOPMENT
(MK. ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PERKEMBANGAN)
Dosen Pengampuh:
Prof. Dr. Theresia K. Brahim


BRAIN AND COGNITIVE DEVELOPMENT

A. Brain
Struktur otak membantu mengatur tidak hanya perilaku tetapi juga metabolism, pelepasan hormon dan aspek lain dari fisiologi tubuh. Akhir-akhir ini ilmuwan berpendapat bahwa otak ternyata memiliki kelenturan, dan perkembangannya tergantung pada konteks (individu).
Fisiologi Otak
Otak manusia terbagi atas dua bagian yakni otak kiri dan otak kanan. Tiap hemister memiliki empat daerah utama yang disebut lobus. Meskipun lobus ini berkerja bersama tetapi masing-masing memiliki fungsi primer yang berbeda yaitu:

a. Lobus frontal, terlibat dalam gerakan yang disengaja, berpikir, kepribadian, dan perencanaan atau tujuan.
b. Lobus oksipital, berfungsi dalam penglihatan.
c. Lobus temporal, memiliki peran aktif dalam pendengaran, pemprosesan bahasa dan ingatan.
d. Lobus parietal, memainkan peranan penting dalam menunjukkan lokasi spasial, perhatian, dan kendali motorik.
Secara umum fungsi otak kanan dan otak kiri dapat dilihat pada gambar berikut:
dan secara sederha fungsi otak dapat dilihat pada gambar berikut:
B. Piaget’s Theory about Cognitive Development
Proses-Proses Perkembangan
Menurut Piaget proses yan digunakan anak untuk membangun pengetahuan tentang dunia adalah skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan.
Ketika anak mulai membangun pemahamannya tentang dunia, otak yang berkembang pun membentuk sebuah skema. Ini merupakan tindakan-tindakan mental yang mengorganisasikan pengetahuan. Skema-skema perilaku (aktivitas-aktivitas fisik) mencirikan masa bayi dan skema-skema mental (aktivitas-aktivitas kognitif) berkembang pada masa kanak-kanak.
Aktivitas-aktivitas bayi disusun oleh tindakan-tindakan sederhana yang diterapkan pada obyek-obyek tertentu, misalnya menyusu, melihat, dan menggenggam.
Untuk menjelaskan bagaimana anak-anak menggunakan skema sambil beradaptasi, Piaget menawarkan dua konsep yakni:
a. Asimilasi, terjadi saat anak menggabungkan informasi ke dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Misalnya anak perempuan 8 tahun yang diberi sebuah palu dan paku untuk menggantung sebuah lukisan di dinding. Ia belum pernah menggunakan palu, tetapi dari pengalaman dan pengamatan ia mengetahui bahwa palu adalah benda yang harus dipegang, diayun gagangnya untuk memukul paku, dan bahwa biasanya dipukul beberapa kali. Tahu akan hal ini, ia menyesuaikan tugas barunya ke dalam pengetahuan yang ia miliki.
b. Akomodasi, terjadi bila anak menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman baru. Misalnya palu adalah benda berat, maka ia memegangnya terlalu ke atas, ia mengayun terlalu keras dan pakunya bengkok, maka ia menyesuaikan tekanan pukulannya, ini menunjukkan kemampuanya mengubah pengetahuannya.
Piaget juga percaya bahwa kita melalui empat tahap dalam memahami dunia yakni:
1. Tahapan Sensorimotor
Tahap ini mulai dari 0-2 tahun, anak mulai membangun pemahaman mengenai dunia ini dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoris (pengilihatan dan pendengaran) dengan tindakan fisik dan motorik. Bayi memiliki lebih dari sekedar pola-pola refleksif untuk dapat melakukan sesuatu. Pada akhir tahap ini anak umur 2 tahun memiliki pola sensorimotor kompleks dan mulai menggunakan simbol-simbol sederhana.

2. Tahapan Praoperasional
Tahap ini sekitar umur 2-7 tahun, anak mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata, gambar, dan lukisan. Namun anak prasekolah masih kurang mampu melakukan operasi (tindakan mental yang terinternalisasi) yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang sebelumnya hanya dilakukan secara fisik. Akan tetapi beberapa hambatan pemikiran anak pada tahap ini adalah egosentrisme dan sentralisasi.
Sentralisasi adalah pemusatan perhatian pada satu karakteristik dan pengabaian karakteristik lain. Misalnya dalam membandingkan isi dari dua buah gelas berisi air yang bentuknya berbeda. Operasi adalah tindakan mental dua arah (reversible). Penambahan dan pengurangan jumlah secara mental adalah contoh operasi. Pemikiran-pemikiran praoperasional adalah awal kemampuan menyusun ulang dalam pemikiran hal-hal yang telah dibentuk dalam perilaku.
Anak pada usia ini menggunakan desain-desain acak untuk menggambarkan orang, rumah, dll, mereka mulai menggunakan bahasa dan melakukan permainan “pura-pura” (permainan seolah menganggap dirinya sebagai seseorang sesuatu). Namun, meski anak-anak membuat kemajuan yang unik dalam sub tahapan ini, kemajuan pemikiran mereka masih memiliki beberapa batasan-batasan yang penting, dua diantaranya adalah egosentrisme dan animisme.
a. Egosentrisme: merupakan ketidakmampuan membedakan perspektif diri sendiri dan orang lain. Misalnya dalam percakapan dengan cara mengangguk.
b. Animisme: merupakan keyakinan bahwa objek-objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan dan kemampuan bertindak.

3. Tahapan Operasional Kongkret
Tahap ini berkisar 7-11 tahun, anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis menggantikan pikiran intuitif selama penalaran dapat diterapkan pada contoh kasus dan kongkret, memahami konsep percakapan, mengorganisasikan obyek menjadi kelas-kelas hierarki (klasifikasi) dan menempatkan obyek-obyek dalam urutan yang teratur (serialisasi).

4. Tahapan Operasional Formal
Tahap ini berkisar 11-15 tahun, individu lebih melampaui pengalaman kongkret dan berpikir abstrak, idealis dan lebih logis. Berpikir lebih abstrak, remaja menciptakan bayangan situasi ideal, berpikir mengenai bagaimana orang tua ideal seharusnya dan membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal ini. Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan masa depan dan takjub mereka dapat menjadi apa saja. Dalam memecahkan masalah, pemikir operasional formal lebih sistematis, mengembangkan hipotesis mengenai mengapa sesuatu terjadi dengan cara tertentu, kemudian menguji hipotesis ini dengan cara deduktif.

C. Aplication Piaget’s Theory In Students Education
Untuk penerapan teori tersebut di dalam pendidikan perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Lingkungan pendidikan sebaiknya menyediakan berbagai kegiatan yang mendorong perkembangan kognitif anak
2. Perlu interaksi anak dengan teman sebayanya seperti melakukan eksplorasi, inquiri dan discovery. Untuk memperkaya pengalaman empirik, logika matematika dan sosial anak.
3. Mempertimbangkan strategi mengajar yang menghadapkan anak pada peristiwa yang mengandung konflik dan ketidakpastian, sehingga proses asimilasi, akomodasi dan equilibrium dapat terjadi.
4. Proses belajar berdasarkan tugas-tugas belajar yang sesuai dengan perkembangan kognitif anak sehingga anak dapat berpartisipasi aktif melalui berbagai kegiatan eksplorasi, inquiri dan discovery.


PEMBAGIAN OTAK MANUSIA  
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT JEAN PIAGET
OLEH
KELOMPOK I

1.ARAMUDIN
2.HARTONO
3.AGUS HERIANTO
4.EVALOLITA
5.FAUZIAH
6.FAHRIDA YULIZA
8.HANAFI
9.NITA KOMARASARI
10.OMAH MUKARROMAH
11.SALMAH
12.SITI NURHIKMAH


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011

LAYANAN INFORMASI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era multi pembangunan nasional yang kita lihat dan rasakan ini meliputi usaha peningkatan taraf hidup masyarakat khususnya pada masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah. Jika kita melihat sumber daya manusia Indonesia saat ini ditinjau dari segi kuantitasnya adalah cukup besar, hal ini akan menjadi suatu persoalan pembangunan apabila kuantitas sumber daya manusia yang besar tersebut tidak memiliki potensi atau kemampuan yang bisa diberdayakan dalam pembangunan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan kemajuan di bidang pendidikan, teknologi komunikasi dan informasi, ekonomi, sosial budaya saat ini telah begitu pesat, sehingga menempatkan suatu bangsa pada kedudukan sejauh mana bangsa tersebut maju didasarkan atas seberapa jauh bangsa itu menguasai bidang tersebut di atas. Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang hidup dalam lingkungan global, maka mau tidak mau juga harus terlibat dalam maju mundurnya ekonomi, penguasaan Iptek, dan sosial budaya khususnya untuk kepentingan bangsa sendiri. Untuk mencapai maksud tersebut pemerintah menuangkannya dalam salah satu bentuk dari tujuan dan arah Pembangunan Nasional, yaitu di segala sektor tersebut. Arah dari penuangan segala sektor tersebut dalam Pembangunan Nasional adalah dimaksudkan untuk: (1) Menentukan keberhasilan membangun masyarakat maju dan mandiri, (2) Mempercepat peningkatan kecerdasan dan kemampuan bangsa, dan (3) untuk mempercepat proses pembaharuan. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dari upaya pengembangan disegala sektor tersebut di antaranya adalah untuk:
1. Meningkatkan kesejahteraan, kemajuan peradaban, ketangguhan, dan daya saing bangsa;
2. Memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
3. Menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri, dan sejahtera.
Selanjutnya sasaran tersebut di atas diupayakan dapat dicapai melalui beberapa program yaitu: (1) Peningkatan kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan keunggulan produksi, teknologi, ilmu pengetahuan terapan, dan ilmu pengetahuan dasar secara seimbang dan terpadu, (2) Pengembangan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinamis, di segala sektor secara efektif, efisien, dan produktif, (3) Pembinaan sumber daya manusia, (4) Penumbuhan kreativitas dan inovasi, dan (5) Pengembangan sarana dan prasarana. Peradaban masa depan adalah masyarakat informasi ketika jasa informasi menjadi komoditas utama dan interaksi antar manusia sudah berbasis teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology /ICT).
Dalam rangka mewujudkan pembinaan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan daya saing yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, maka pengembangan teknologi informasi dan komunikasi yang telah dicanangkan oleh pemerintah diharapkan dapat dipergunakan semaksimal mungkin untuk memberdayakan seluruh potensi yang ada pada masyarakat, yakni melalui optimalisasi pemanfaatan layanan informasi kepada masyarakat luas.
Sebagaimana diketahui, mulai tahun 2007 pemerintah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di bidang penaggulangan kemiskinan yang akan menjangkau 31,92 juta penduduk miskin di Indonesia atau sekitar 7,96 juta keluarga miskin. Program ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat pada sektor penanggulangan kemiskinan di atas hanya sebagai contoh untuk dikemukakan bahwa program yang akan menelan biaya trilyunan tersebut tidak akan dapat terlaksana secara optimal jika tidak didukung oleh upaya pemanfaatan layanan informasi secara terarah dan terpadu, yakni dengan memanfaatkan semaksimal mungkin fasilitas teknologi informasi yang ada. Hal ini menjadi diskursus yang menarik karena realitas dalam kehidupan masyarakat kita saat ini masih menunjukkan adanya beberapa gejala yang kurang menguntungkan. Misalnya masih belum maksimalnya kesadaran informasi yang dimiliki masyarakat, sikap masyarakat terhadap teknologi yang kurang menunjang, belum meratanya dan belum meluasnya penggunaan teknologi informasi, dan penerapan budaya informasi yang belum didorong oleh pelembagaan atau kebijakan secara menyeluruh.
Makalah ini mencoba untuk mengetengahkan tentang pentingnya layanan informasi untuk memberdayakan sebagai sarana layanan informasi kepada masyarakat dalam upaya mendorong tercapainya secara optimal program pemberdayaan masyarakat.
B.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yakni akan diarahkan kepada beberapa item penting yaitu:
1.Apakah informasi, teknologi informasi dan layanan informasi itu?
2.Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat?
3.Pada bidang apa saja yang dapat menjadi hal penting yang akan diberdayakan dalam masyarakat?
4.Apa sajakah kendala yang dapat ditemui dalam penerapan layanan informasi untuk pemberdayaan masyarakat?
5.Bagaimana mengoptimalkan layanan informasi untuk mendorong tercapainya program pemberdayaan masyarakat?
C.Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini yakni:
1.Untuk mengetahui konsep informasi, teknologi informasi dan layanan informasi.
2.Untuk mengetahui konsep pemberdayaan masyarakat.
3.Untuk mengetahui faktor yang menjadi perhatian pemerintah dalam memberdayakan masyarakat.
4.Untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam penerapan layanan informasi untuk memberdayakan masyarakat.
5.Untuk mengetahi cara mengoptimalkan layanan informasi dalam mendorong tercapainya program pemberdayaan masyarakat.

D. Manfaat
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang layanan pemberdayaan masyarakat dalam memanfaatkannya pada kehidupan masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam suatu komunitas manupun negara tertentu.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Informasi
Informasi adalah benda abstrak yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan positif dan atau sebaliknya. Informasi dapat mempercepat atau memperlambat pengambilan keputusan. Dengan demikian informasi memiliki kekuatan, baik yang membangun maupun yang merusak.
Dalam prakteknya, informasi dapat disajikan dalam berbagai bentuk baik lisan (oral), tercetak (printed), audio, maupun audio-visual gerak yang masing-masing memiliki ciri khas.
Menurut Shannon dan Weaver, informasi sebagai objek materi ilmu komunikasi mempunyai makna: Patterned matter-energy that affects the probabilities of alternatives available to an individual making decision (hal atau energi yang terpolakan yang mempengaruhi dan memungkinkan seseorang membuat keputusan dari beberapa kemungkinan yang ada (Shannon dan Weaver, 1949).
Informasi bermanfaat untuk mencapai tujuan ideal maupun material. Di akhir abad ke-20 informasi mampu menempatkan diri sebagai komoditas yang sangat potensial untuk mendatangkan materi. Informasi dapat dikembangbiakkan, diolah, dan diperdagangkan untuk tujuan material; atau disajikan untuk mempengaruhi sikap mental individu seperti iklan (material) dan publikasi/propaganda atau layanan sosial (ideal). Kenyataan ini sebagaimana disinggung oleh Tanudikusumah (1984) yang menyatakan: "Kelak manusia akan "berternak" informasi, dan dari "berternak" informasi ini manusia akan memperdagangkannya dan memperoleh keuntungan darinya (Tanudikusumah, 1984). Demikian hebatnya eksistensi informasi itu, hingga Napoleon Bonaparte (1769-1821) pernah menyatakan:
"Saya lebih takut terhadap ketajaman pena daripada harus menghadapi satu batalion tentara bersenjata lengkap; dan "Bila pers saya beri kebebasan, kekuasaan saya tidak akan lebih dari tiga bulan".
B. Teknologi Informasi dan Hubungannya dengan Layanan Informasi
Dalam pengertian yang sederhana, teknologi informasi dapat diartikan sebagai: "Teknologi informatika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kualitas informasi, serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang dan waktu" (J.B. Wahyudi, 1990). Dari pendapat ini terdapat item yang sangat mendasar yaitu: "percepatan dan peningkatan kualitas informasi yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu" kalimat kunci tersebut lebih mengarah kepada kedudukan teknologi informasi secara fungsional, yakni mempercepat akses informasi dan meningkatkan kualitas informasi.
Everett M. Rogers (1986) dalam Communication Technology menyatakan bahwa teknologi biasanya memiliki dua aspek, yaitu perangkat keras (objek materi dan sifatnya), dan aspek perangkat lunak (dasar informasi untuk menggerakkan perangkat keras itu). Sedangkan batasan mengenai teknologi informasi itu, Rogers menyatakan:
"Teknologi informasi adalah perangkat keras bersifat organisatoris, dan meneruskan nilai-nilai sosial dengan siapa individu atau khalayak mengumpulkan, memproses, dan saling mempertukarkan informasi dengan individu atau khalayak lain (Rogers, 1986).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa teknologi informasi merupakan seperangkat fasilitas yang terdiri dari hadware dan software yang dalam prakteknya diarahkan untuk menyalurkan informasi, mendukung informasi dan meningkatkan kualitas informasi yang sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat secara cepat dan berkualitas. Berkat teknologi informasi inilah, informasi yang ada di setiap tempat pada detik yang sama dapat dipantau di tempat lain meskipun tempat itu berada di belahan bumi yang lain, atau bahkan di ruang angkasa sekalipun.
Dewasa ini semakin dirasakan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana untuk layanan informasi bagi masyarakat guna mendukung penyelenggaraan program-program pemerintah. Pemerintah bagaimanapun tidak dapat mengkesampingkan keberadaan teknologi informasi karena teknilogi informasi merupakan sarana yang paling efektif untuk menyampaikan atau mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam berbagai bidang.
Teknologi informasi yang difungsikan untuk layanan informasi kepada masyarakat memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dalam waktu seketika tanpa dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini tentu akan sangat mendukung suatu disiplin ilmu atau suatu jenis pekerjaan yang memerlukan kecepatan akses informasi seperti jurnalistik atau ekonomi.
Jurnalistik merupakan jenis kerja yang mengutamakan aktualitas/ kecepatan; sedangkan pada bidang ekonomi/bisnis percepatan informasi akan membawa pengaruh terhadap perolehan profit atau sebaliknya.
Sudah terbukti secara nyata bahwa bidang pembangunan, perekonomian, bisnis, dan bidang lainnya tidak akan mengalami kemajuan tanpa diimbangi dengan pencapaian kemajuan di bidang teknologi informasi. John Naisbitt dan Patricia Aburdene (1984) telah memprediksikan akan terbentuknya ekonomi global. Prediksi ini saat ini telah menjadi kenyataan, misalnya saja pada saat ini seseorang yang tengah berada di tengah hutan belantara di pedalaman Kalimantan dapat saja melakukan transaksi dengan rekan bisnisnya yang ada di New York melalui komunikasi dengan telepon satelitnya.
Oleh karena itu pemanfaatan teknologi informasi untuk layanan informasi kepada masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Sebab layanan informasi di masa sekarang ini tidak akan membuahkan hasil yang maksimal jika tidak didukung oleh teknologi informasi. Inilah kaitan erat antara teknologi informasi dengan layanan informasi bagi masyarakat.
C. Hakikat Pemberdayaan Masyarakat
Empowerment berasal dari kata power artinya “daya” sehingga empowerment diartikan sebagai pemberdayaan dimana daya berarti kekuatan yang berasal dari dalam tetapi dapat diperkuat dengan unsur-unsur penguatan yang diserap dari luar secara konseptual. Keadaan keterbelakangan terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pemilikan atau akses pada sumber-sumber daya. Proses historis yang panjang menyebabkan terjadinya power disenfranchisement atau dispowerment, yakni peniadaan power pada sebagian besar masyarakat. Akibatnya sebagian masyarakat tidak memiliki akses yang memadai terhadap asset produktif yang umumnya dikuasai oleh mereka yang memiliki power. Pada gilirannya keterbelakangan secara ekonomi mengakibatkan mereka makin jauh dari kekuasaan. Begitulah lingkaran itu berputar terus.
The commission on Global Government (Mandela, 1995) menyatakan bahwa pemberdayaan tergantung pada kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, karena kemiskinan mencerminkan ketiadaan pilihan bagi seseorang. Kepastian ekonomi adalah esensial agar masyarakat mempunyai kemandirian dan kemampuan untuk menguasai power. Dengan berbagai pandangan itu dikembangkan pendekatan pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat.
Dasar pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Bagian yang tertinggal dari masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain memberdayakannya.
Konsep pemberdayaan lebih luas hanya dari pada semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses kemiskinan lebih lanjut yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktis untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut pembangunan alternative development, yang menghendaki demokrasi yang melekat, pertumbuhan ekonomi yang tepat, keseimbangan gender, dan keadilan antara generasi.
Konsep ini tidak mempertentangkan pertumbuhan dengan pemerataan, karena seperti dikatakan oleh Donald Brown (1995), keduanya tidak harus diasumsikan sebagai tidak serasi (incompatible) atau bersifat antithesis (anthitetical). Konsep ini mencoba melepaskan diri dari perangkap “zero sum game” dan “trade off” ia bertitik tolak dari pandangan bahwa dengan pemerataan tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan oleh Uner Kirdar dan Leonard Silk (1995), bahwa pola pertumbuhan sama pentingya dengan laju pertumbuhan itu sendiri. Yang dicari adalah seperti dikatakan Gustav Ranis (1995) pertumbuhan yang tepat (the right kind of growth) yakni bukan yang vertikal menghasilkan “tetesan ke bawah” seperti yang terbukti tidak berhasil, melainkan yang bersifat horizontal, yakni yang berbasis luas, menciptakan kesempatan kerja dan tidak terkotak-kotak.
Dalam kerangka pikiran itu, upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi:
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki pontensi yang dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarkat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana, penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua tidak selalu dapat menyentu lapisan masyarakat ini.
3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadi persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai obyek pembangunan, tapi merupakan subyek dari upaya pembangunan itu sendiri.
Berdasarkan konsep demikian dikembangkan berbagai pendekatan. Pertama-tama upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah (targeted). Ini yang secara populer disebut pemihakkan. Ia ditujukan langsung kepada yang memerlukan dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya.
Karena dasarnya adalah kepercayaan kepada rakyat, maka program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan yakni supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelolah dan mempertanggung jawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya selanjutnya harus menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri warga masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Karena organisasi adalah suatu sumber power yang penting, maka untuk empowerment pengorganisasian masyarakat ini menjadi penting sekali. Pendekatan kelompok juga paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien. Sungguh penting pula adalah adanya pendampingan. Penduduk miskin pada umumnya memiliki keterbatasan mengembangkan dirinya. Oleh karena itu diperlukan pendamping untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki kesejahteraanya.
Pendampingan tersebut dalam konsep pemberdayaan sangat esensial dan fungsinya adalah menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat sebagai fasilitator, komunikator, ataupun dinamisator, serta membantu mencari cara pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Konsep pemberdayaan masyarakat seperti diuraikan di atas adalah sebuah konsep yang relatif baru. Ia bertolak belakang dengan konsep pembangunan yang berorientasi kepada proyek, artinya peran birokrasi yang besar, dan sering kali juga dijalankan sebagai program pemerintah untuk membantu masyarakat miskin, tetapi masyarakat miskin itu sendiri tidak terlibat di dalamnya. Ia bertentangan dengan konsep pembangunan yang paternalistik dimana birokrasi berfungsi sebagai tangan yang memberi (patronizing hands).
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses mengajak masyarakat agar mengetahui potensi yang dimiliki untuk dikembangkan dan menemukenali permasalahan yang ada, agar bisa diatasi secara mandiri oleh masyarkat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat diupayakan melalui kapasitas sumber daya manusia agar dapat bersaing dan mempunyai kesempatan berusaha untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga sehingga akan tercapai ketahanan pangan masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat melalui layanan informasi dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Upaya pemberdayaan masyarakat telah mendapat perhatian besar dari berbagai pihak yang tidak terbatas pada aspek pemberdayaan ekonomi sosial, tetapi juga menyangkut aspek pemberdayaan di segala bidang. Pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemberian akses bagi masyarakat, lembaga, dan organisasi masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat bagi peningkatan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat amat penting untuk mengatasi ketidakmampuan masyarakat yang disebabkan oleh keterbatasan akses, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, adanya kondisi kemiskinan yang dialami sebagaian masyarakat, dan adanya keengganan untuk membagi wewenang dan sumber daya yang berada pada pemerintah kepada masyarakat.
Potensi masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan keswadayaan ternyata telah meningkat akibat kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Pada masa depan perlu dikembangkan lebih lanjut potensi keswadayaan masyarakat, terutama keterlibatan masyarakat pada berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan ketahanan sosial, dan kepedulian mayarakat luas dalam memecahkan masalah kemasyarakatan.
Potensi masyarakat tersebut di atas, dalam hal ini diartikan sebagai “Masyarakat Berdaya” yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan yang dicirikan dengan timbulnya:
(1) Kesadaran bahwa, mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya.
(2) Berdaya yaitu mampu melakukan tuntutan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.
(3) Mandiri dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya secara aktif, tidak saja;
(4) Memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, tetapi juga;
(5) Melakukan inisiatif lokal.

Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama:
1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya.
2. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian
3. Menerapkan rencana tersebut
4. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya (Monitoring dan Evaluasi / M & E)
Pemberdayaan memiliki dua arah yakni:
1. Melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan
2. Memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan.
Kedua hal tersebut harus ditempuh dan menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan.
D. Pokok Utama yang Diberdayakan Pada Masyarakat
Ada beberapa hal penting yang menjadi fokus utama yang harus dikembangkan dan diberdayakan pada masyarakat yakni sebagai berikut:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah kebutuhan manusia yang khusus bersifat manusiawi sesudah kebutuhan makan-minum dan biologis. Seperti dinyatakan sejak dulu oleh Aristoteles hanya manusia yang memerlukan pendidikan mengingat tingkat jiwanya yang bersifat “anima intelectiva”. Oleh karena itu dapat didefenisikan secara sederhana bahwa pendidikan adalah upaya-upaya dalam proses kegiatan manusia sebagai pribadi-pribadi untuk secara sengaja (intersional) membina perkembangan dari pribadi-pribadi sesama manusia sebagai pihak-pihak yang setara dan saling membutuhkan.
Dalam kegiatan pendidikan terdapat suatu hubungan timbal balik yang saling melengkapi antara teori dan praktis. Pendidikan sebagai upaya manusia untuk manusia adalah aspek dan hasil budaya terbaik yang mampu disediakan setiap generasi komunitas manusia untuk kepentingan generasi manusia muda agar melanjutkan kehidupan dan cara hidup mereka dalam konteks sosio-budaya itu pula. Setiap masyarakat pluralistik di zaman modern seyogianya berharap menugaskan kelompok warganya yang terpilih sebagai pendidik, untuk melaksanakan tugas pembinaan pribadi manusia dari generasi peserta didik bagi kepentingan kelanjutan (regenerasi) dari masing-masing masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan pendidikan, melampaui pendidikan dalam keluarga, untuk meningkatkan harkat dan kepribadian individu agar menjadi manusia lebih cerdas serta untuk melimpahkan harga sosio-budaya oleh generasi orang dewasa dalam setiap masyarkat kepada generasi yang lebih muda (Mohammad Ali, dkk, 2007: 8).
Pendidikan merupakan faktor utama yang harus dikembangkan dalam masyarakat karena dengan pendidikan maka akan menjadi dasar utama bagi seseorang untuk menata dan membangun sebuah konsep serta langkah yang akan digunakan untuk melakukan hal-hal yang akan memperbaiki status sosial termasuk ekonomi yang dimiliki baik secara individual maupun kelompok.
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat maka akan semakin baik ia menata kehidupannya. Apa yang ia rencanakan merupakan hal-hal yang ia telah pikirkan dan dapat diprediksi seluk beluk jalan yang ditempuh untuk mencapainya termasuk akibat yang akan ditimbulkannya.
Adapun pemberdayaan dalam bidang pendidikan dapat dilakukan dengan melalui:
a. Pendidikan formal
b. Pendidikan non formal
c. Pendidikan informal
Pemberdayaan yang dilakukan dapat berupa kursus, workshop, seminar, penyuluhan, pembelajaran jarak jauh, perpustaaan keliling maupun dengan pengadaan taman baca oleh pemerintah.

2. Ekonomi
Untuk memberdayakan ekonomi masyarakat perlu memperoleh prioritas dalam pembangunan ekonomi nasional, sehingga ekonomi rakyat (pengusaha kecil, menengah dan koperasi) dapat menjadi pelaku utama dalam perekonomian nasional terutama dengan pengalaman masa krisis yang melanda perekonomian dewasa ini.
Berdasarkan perspektif tersebut, titik berat pemberdayaan ekonomi kerakyatan akan terletak pada upaya mempercepat pembangunan pedesaan sebagai tempat bermukim dan berusaha sebagian besar subyek dan obyek pembangunan bangsa ini. Dimana mereka berusaha sebagai petani dan nelayan yang berpolakan subsistence level. Pada bagian lain pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan harus mampu mengatasi dan mengurangi kendala dan hambatan yang dihadapi oleh pengusaha kecil, menengah dan koperasi pada sektor industri pengolahan serta pendagang kecil (K5) di sektor perdagangan dan jasa. Keterbatasan dan hambatan-hambatan tersebut antara lain keterbatasan sumber daya manusia (norma dan organisasi) keterbatasan akses modal dan sumber-sumber pembiayaan aktifitas-aktifitas ekonominya setiap hari.
Dengan demikian perlu dikembangkan kemampuan profesionalisme pada tiga sektor usaha kecil tersebut secara berkesinambungan, sehingga mampu mengelolah dan mengembangkan usahanya secara berdaya guna dan berhasil guna, sehingga dapat mewujudkan peran utamanya dalam segala bidang yang mendukung pengembangan ekonomi masyarakat.
Hal ini memungkinkan melalui upaya perbaikan dan pengembangan dalam pendidikan kewirausahaan dan manejemen usaha serta penataan sistem pendidikan nasional merupakan kunci utama peningkatan kualitas SDM. Pelaku usaha ekonomi kerakyatan pada masa mendatang tanpa mengulangi kesalahan-kesalahan dan pengalaman pahit pada masa lalu.
Pada sisi yang lain diperlukan peningkatan produktivitas dan penguasaan pasar agar mampu menguasai mengelolah dan mengembangkan pasar dalam negeri. Peningkatan produktivitas dan kemampuan penguasaan pasar ini bukan hanya melalui sarana dan prasarana usaha yang menunjang kegiatan produksi dan pemasaran. Lebih jauh dari itu diperlukan pengembangan secara kelembagaan melalui program kemitraan usaha yang saling menguntungkan, sehingga secara kelembagaan institusi para pelaku usaha kecil dan menengah tersebut, memiliki kemampuan daya saing pasar terutama untuk mengisi pasar dalam negeri.
Pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi yang telah dilakukan oleh pemerintah misalnya dilakukan dengan:
a. PNPM Mandiri Pedesaan yang didalamnya terdapat dana bergulir yang digunakan oleh masyarakat, dana pembangunan sesuai kebutuhan desa.
b. KOREMAP kepada masyarakat pesisir misalnya dengan penanaman pohon mangrove, dana bergulir yang digunakan untuk pembuatan tambak masyarakat, sterilisasi penangkapan ikan secara ilegal, pengembangan usaha tani rumput laut.
c. Workshop industri rumah tangga.

3. Teknologi
Teknologi mencakup proses, sistem, pengelolaan, dan mekanisme kontrol baik yang mencakup manusia maupun bukan manusia dan juga merupakan suatu cara memandang permasalahan di tinjau dari sudut kepentingan dan kesulitan, fleksibilitas teknik pemecahannya dan nilai ekonomi. Menutur tinjauan secara luas terhadap pemecahan masalah-masalah tersebut (Finn dalam Ebooh, 1963: 17).
Teknologi merupakan hal yang amat penting untuk diberdayakan dalam masyarakat karena pada dasarnya kemajuan suatu masyarakat dapat di ukur pada kemampuannya terhadap penguasaan teknologi. Dengan penguasaan teknologi yang baik masyarakat akan mampu membuat inovasi-inovasi baru dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Di era yang makin mengglobal seperti sekarang ini kebutuhan akan penguasaan teknologi yang baik merupakan suatu tuntutan yang harus diikuti masyarakat di setiap daerah. Karena apabila masyarakat tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi maka kehidupan masyarakat di daerah itu akan tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain yang menguasai teknologi. (Seijadi, 1963: 170).
Pemberdayaan masyarakat dalam bidang teknologi dapat dengan:
a. Pengadaan Listrik Masuk Desa
b. Kursus
c. Workshop
d. Seminar

4. Komunikasi
Menurut Littlejohn dalam Yusufhadimiarso (2009: 490) mengatakan bahwa komunikasi merupakan suatu hal yang sulit karena sifatnya yang kompleks dan proses yang multidisipliner. Sementara menurut Kincaid (1978: 24) memfokuskan pengertian komunikasi pada pertukaran informasi pada berbagai pihak yang menghasilkan pengertian, kesepakatan dan tindakan bersama.
The international commission for study of communication problems (1980) lebih menekankan komunikasi sebagai proses dalam mempertukarkan berita, data, pendapat, dan pesan antara perorangan dan masyarakat. Komunikasi mempunyai peranan sentral dalam segala kegiatan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat nasional maupun internasional.
Proses dalam pengertian komunikasi di atas memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1) Proses itu harus rasional dan efisien
2) Harus mensistem karena dalam pengertian sistem segala sesuatu akan mempunyai dampak dan hal lain dalam lingkungannya.
3) Harus bersistem yaitu memperimbangkan segala variabel yang mungkin berpengaruh dalam menentukan prosedur tindakan agar prose itu efektif, efisien dan serasi.
4) Melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan.
5) Mengarah pada pemecahan masalah bersama.
6) Memadukan berbagai prinsip konsep dan gagasan mempertimbanngkan kondisi lingkungan, lokal, nasional maupun internasional untuk mencapai tujuan.
Dalam pemberdayaan masyarakat pada bidang penguasaan komunikasi dilakukan berawal dengan mengadakan usaha industri rumah tangga yang penyaluran produksinya berada disekitar lingkungannya yang dapat ditunjang dengan:
a. Pengadaan tower pada daerah terpencil
b. Pengadaan warless network

5. Kebudayaan
Kebudayaan berarti kesenian, hasil cipta, rasa dan karsa manusia, sebuah sistem pengetahuan atau gagasan, milik, bersama suatu kesatuan sosial, dan berfungsi sebagai blue print bagi sikap dan perilaku anggota kesatuan sosial tersebut.
Kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia yang tidak lagi diartikan semata-mata sebagai segala manifestasi kehidupan manusia yang berbudi luhur seperti agama, kesenian, filsafat, dan sebagainya. Dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang dalam arti luas. Berlainan dengan binatang maka manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah-tenagah alam, melainkan selalu mengubah alam itu. Pengertian kebudayaan meliputi segala perbuatan manusia. Kebudayaan juga dipandang sebagai sesuatu yang lebih bersifat dinamis, bukan sesuatu yang statis, bukan lagi “kata benda” tetapi “kata kerja”.
Perkembangan pemikiran ini didasarkan atas kenyataan bahwa dari sejarah kebudayaan kita dapat belajar bahwa manusia tidak dapat hidup dari alam pertama sebagaimana binatang. Manusia tidak dapat hidup dengan makanan yang tidak di olah maupun dimasak terlebih dahulu. Pakaian dan tempat tinggalnya tidak sekedar sebagai alat penahan terpaan cuaca seperti layaknya bulu dan sarang bagi binatang. Pakaian dan papan bisa bermakna estetis bahkan etis. Manusia harus hidup dengan alam kedua. Bahkan manusia dengan teknologinya dapat dipermudah hidupnya dan dalam arti tertentu merupakan alam ketiga yan g tidak sekedar menyempurnakan alam pertama dan kedua, tetapi bahkan sudah berubah dan menggantinya.
Konsep kebudayaan telah diperluas dan didinamisasi, kentatipun secara akademik orang sering membedakan antara kebudayaan dan peradaban (Weber dalam Sutrisno 199). Tetapi pada dasarnya keduanya menyatu dalam pengertian kebudayaan secara luas dan dinamis. Sebab kebudayaan sebagai wilayah akal budi manusia tidak hanya mengandung aspek dari kegiatan-kegiatan manusia. Kalau melihat struktur kebudayaan sebagai suatu sistem. Maka kebudayaan didukung oleh adanya empat subsistem yakni (1) subsistem gagasan yang berisi pandangan hidup dan nilai budaya. (2) subsistem normatif yang meliputi norma moral, adat, hokum, dan aturan-aturan khusus. (3) subsistem kelakukan yang berisi sikap, tinkah laku dan keputusan tindakan. (4) subsistem hasil kebudayaan dapat disimpulkan kebudayaan kebudayaan lebih mengacu pada subsistem pertmaa dan kedua, sedangkan peradaban mengacu pada subsistem ketia dan keempat. Dapat diatakan bahwa kebudayaan dan peradaban merupakan dua sisi dari mata uang yang sama dalam pengertian kebudayaan secara luas. Jika kebudayaan adalah aspirasi, perabanlah bentuk kongkret yang mewujudkan demi realisasi aspirasi itu. Interrelasi antara kebudayaan dan peradaban mengungkap dan sekaligus membangun dualitas dan kepaduan dua dinia: rohani-jasmani, dalam kausalitas yang terus berkembang (Sutrisno, 1994).
Manusia mengembankan kebudayaan, justru karena manusia merupakan makhluk yang bertransendensi, suatu kemampuan khas untuk meningkatkan dirinya selaku makhluk berakal budi. Kebudayaan memungkinkan manusia memperoleh gerak hominisasi, pemanusiaan manusia, dilain pihak kebudayaan merupakan proses humanisasi, peningkatan martabat manusia. Keduanya bermakna spiritual bukan fisikal. Tak ada yang menyangkal bahwa kebudayaan adalah khas manusia, ia perilaku aktif kebudayaan. Manusia menjalankan kegiatannya untuk mencapai sesuatu yang bernilai baginya dan dengan demikian tugas kemanusiaan menjadi lebih nyata.
Karakteristik kebudaayan yakni:
1. Milik Bersama
2. Memaksa
3. Belajar: transmissi, diffusi, akulturasi
4. Berubah sesuai dengan kebutuhan
5. Adaptif (Safri Sairin, 2006)
Kebudayaan berubah jika kebutuhan berubah.
Hal yang dilakukan dalam memberdayakan masyarakat dalam bidang kebudayaan dilakukan melalui:
a. Pengadaan sangar budaya
b. Sosialisasi budaya (media cetak, elektronik)
c. Bantuan dana untuk pelestarian budaya khas daerah.


6. Politik
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. Politik juga dapat berarti perjuangan untuk memperoleh teknik menjalankan kekuasaan-kekuasaan dan control kekuasaan dan penggunaan kekuasaan (Isjware).
Pemberdayaan politik masyarakat dapat dilakukan melalui tiga tahapan:
1. Meciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.
2. Memperkuat potensi daya, sumber daya atau energi yang terdapat pada politik rakyat dan dimiliki masyarakat (empowering) dengan menyediakan input serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya memanfaatkan peluang,
3. Melindungi masyarakat dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Pemberdayaan politik masyarakat bertujuan untuk melayani masyarkaat (a sprit of public service) dan menjadi mitra kerja sama dengan masyarakat (co-production) mengutamakan kebrehasilan pembangunan desa (Usman, 2003: 20), juga untuk menuju political maturity dalam pembangunan desa berkaitan dengan sumber daya dan institusional performance sebagai usaha untuk mempertinggi akses masyarakat desa yang berpaut dengan kebijakan masyarakat terhadap kebijakan prioritas program pembangunan dan mekanisme pengelolaanya.
Pemberdayaan politik masyarakat merupakan proses pembaharuan desa yang dimaksudkan untuk mengembalikan masyarakat ke dalam pusaran utama proses kehidupan berbangsa dan bernegara dan menumbuhkan partisipasi politk masyarakat, dalam pencapaian hasil-hasil pembangunan desa.
Partisipasi politik masyarkat dalam rencana pembangunan harus sudah dimulai sejak saat perencanaan kemudian pelaksanaan dan seterusnya pemeliharaan (Surbakti, 1992: 16), kegiatan masyarakat yang disebut partisipasi politik adalah perilaku politik lembaga dan para pejabat pemerintah yang bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik, perilaku politik masyarakat (individu/kelompok) yang berhak mempengaruhi lembaga dan pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan politik, karena menyangkut kehidupan masyarakat.
Dalam perspektif politik (Huntington (1993: 270), partisipasi politik masyarakat merupakan cirri khas modernisasi politik dalam pembangunan, kemajuan demokrasi dapat dilihat dari seberapa besar partisipasi politik masyarakat (Cokroamidjojo, 1991: 113), pertama partisipasi politik aktif masyarakat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan, kedua, keterlibatan dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan.
Alexander Abe (2001: 110) partisipasi politik masyarakat merupakan hal terpenting dalam pembangunan desa, yaitu menjadi wahana political education yang sangat baik. Sedangkan menurut Conyers (1994: 154):
1. Partisipasi politik masyarkaat sebagai alat guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat yang tampak kehadirannya program pembangunan desa serta proyek akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan di desa, jika merasa dilibatkan dlaam proses persiapan dan perencanaanya dan pengambilan keputusan pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat, karena akan lebih mengetahui seluk beluk proyek dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek dan
3. Yang mendorong partisipasi umum dibanyak negara karena timbul anggapan bahwa hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat.
Katz (1965: 100), partisipasi politik masyarkat diwujudkan melalui partisipasi politik dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi.
Partisipasi politik dapat dianggap sebagai tolak ukur dalam menilai apakah proyek yang bersangkutan merupakan proyek pembangunan desa. Jika masyarakat desa tidak berkesempatan untuk berpartisipasi politik dalam pembangunan suatu politik di desanya. Pada hakekatnya proyek tersebut bukanlah proyek pembangunan desa (Ndraha, 1990: 103). Partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa bertujuan untuk untuk menjamin agar pemerintah selalu tanggap terhadap masyarakat atau perilaku demokrasinya. Dan itu juga berarti bahwa metode yang digunakan dalam pembangunan desa harus sesuai dengan kondisi fisiologi sosial dan ekonomi serta lingkungan kebudayaan di desa. (Bharracharyya, J. 1972: 20).
Salah satu cara untuk mengetahui kualitas partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk keterlibatan seseorang dalam berbagai tahapan proses pembangunan yang terencana mulai dari perumusan tujuan sampai dengan penilaian. Bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh warga masyarakat untuk mempengaruhi bentuk dan jalannya public policy sehingga kualitas dari hierarki partisipasi politik masyarakat dilihat dalam keaktifan atau kepasifan (apatis) dari bentuk partisipasi politik masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat:
1. Faktor sosial ekonomi yang meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga.
2. Faktor politik yang meliputi komunikasi politik, kesadaran politik, pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan serta control masyarakat terhadap kebijakan publik.
Pemberdayaan dalam bidang politik di masyarakat dilakukan dengan:
a. Sosialisasi
b. Media
c. Partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan politik
E. Beberapa Kendala Penerapan Layanan Informasi Untuk Pemberdayaan Masyarakat
Layanan informasi bagi masyarakat yang diwujudkan dengan memfungsikan secara optimal teknologi informasi yang ada menurut M. Alwi Dahlan (1993) masih terkendala oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Kesadaran informasi masyarakat yang masih belum maksimal.
Kurangnya kesadaran informasi terlihat dari peranan informasi dalam proses melakukan pekerjaan atau kegiatan. Informasi masih belum merupakan sesuatu yang dengan sendirinya melekat pada setiap langkah. Dalam masyarakat kita sering terjadi bahwa yang harus punya informasi belum tentu memilikinya, dan kalau memiliki belum tentu dapat mencarinya (misalnya karena arsip tidak terpelihara).
2. Sikap terhadap teknologi belum menunjang
Masyarakat mungkin telah membicarakan teknologi, tetapi pada umumnya belum diikuti penerimaan sepenuh hati. Teknologi yang dikaitkan masyarakat dengan masyarakat informasi pada umumnya adalah produk teknologi konsumen, itupun pada umumnya menyangkut teknologi komunikasinsebagai penerima informasi, bukan sebagai pengolahnya.
Teknologi informasi belum dapat dikatakan memasyarakat, bagaimanapun meluapnya perhatian terhadap pameran komputer, tetapi orang banyak datang hanya untuk mengagumi berbagai kecanggihan komputer itu. Meskipun jumlah pembeli komputer sudah meningkat, tetapi fungsinya belum dapat dipahami dengan baik. Semua ini menunjukkan bahwa sikap terhadap teknologi informasi belum positif.
3. Penggunaan teknologi informasi belum merata, apalagi mengakar dalam kehidupan masyarakat
Banyak orang yang sudah mulai menggunakan komputer tetapi sebagian besar terlihat belum memanfaatkannya secara efisien, jauh di bawah kemampuan dan fungsinya. Penggunaan yang kurang efisien ini bukan hanya terjadi pada masyarakat biasa, bahkan beberapa organisasi/ institusi yang seharusnya merupakan perintis masyarakat informasi terlihat masih berada pada tahap awal dalam melembagakan pemanfaatan teknologi informasi.
4. Penerapan budaya informasi belum didorong oleh pelembagaan atau kebijakan nasional.
Pada negara berkembang yang tak akan pernah kecukupan anggaran, pembudayaan suatu teknologi sangat bergantung pada kebijakan dan prioritas pemerintah. Dalam hal ini sebagai contoh, terlihat betapa cepatnya teknologi televisi membudaya, sejak pemerintah memutuskan untuk mempergunakan Satelit Palapa.
Keempat item mengenai pemanfaatan teknologi informasi tersebut di atas dapat menjadi kendala untuk mewujudkan layanan informasi bagi masyarakat. Bagaimanapun layanan informasi gencar dilakukan oleh pemerintah, tetapi jika di tengah-tengah masyarakat sendiri belum tercipta suatu kondisi "kesadaran informasi" yang menyeluruh tentu layanan informasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah tidak akan membuahkan hasil secara optimal.
Untuk mengatasi beberapa kendala di atas, agar layanan informasi yang dilakukan oleh pemerintah dapat lebih berguna bagi upaya untuk memberdayakan masyarakat, maka sebagai alternatif dapat dilakukan beberapa langkah yaitu:
1. Menentukan konsep nasional mengenai masyarakat informasi Indonesia yang diinginkan, dengan mempertimbangkan perkembangan masyarakat dan budaya sendiri ke masa depan tanpa melepaskan diri dari negara maju. Konsep ini perlu dijabarkan dalam kebijakan yang menjadi pegangan dalam pemilihan, penerapan, dan pembudayaan teknologi secara luas, termasuk pendidikan dan sebagainya.
2. Meningkatkan kesadaran berinformasi dan sikap yang positif terhadap informasi dalam segala bidang, yang menjadi dasar bagi pembudayaan teknologi informasi. Upaya ini perlu dipadukan kedalam segala sektor dan program secara luas, sehingga "bendera informasi dapat berkibar di semua tiang, tidak terbatas pada tiang informatika". Memberi prioritas kepada institusi/pranata yang strategis untuk menunjang pembentukan masyarakat informasi.
3. Merubah citra teknologi dan teknologi informasi, sehingga dapat diterima dengan wajar dan akrab oleh pemakai yang lebih luas dan masyarakat umum Indonesia. Citra/persepsi baru tersebut dikembangkan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan yang mendorong adopsi inovasi, yaitu:
- Manfaat komparatif dengan praktek/kebiasaan yang ada
- Keserasian dan keselarasan (compatibility) dengan nilai-nilai, pengalaman, dan kebutuhan masyarakat
- Kesederhanaan, keakraban, dan kemudahan pemakaian
- Ketersediaan; kemungkinan bagi orang banyak untuk mencoba dalam situasi yang dikehendakinya
- Pembuktian; masyarakat dapat mengamati keberhasilan dan manfaat penerapan tersebut dalam lingkungannya (Dahlan, 1993:6).

F. Optimalisasi Layanan Informasi untuk Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Wikipedia Indonesia, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
a. Yang bersifat primer dan adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
b. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Salah satu bentuk pelayanan publik yang tidak kalah pentingnya di antara jenis-jenis pelayanan publik lainnya adalah layanan informasi kepada publik. Sebagaimana diuraikan di muka, pelayanan publik dalam bentuk layanan informasi dapat berupa layanan informasi yang menggunakan berbagai macam produk teknologi informasi, baik media tercetak, audio, audio visual, internet dan sebagainya
Berkaitan dengan pemanfaatan internet sebagai media layanan informasi ini, pemerintahan di seluruh dunia pada saat ini menghadapi "tekanan" dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan partisipasi aktif dalam pemberian informasi bagi masyarakat serta dituntut untuk lebih efektif. Hal ini menyebabkan eGovernment atau pemerintahan berbasis elektronik semakin berperan penting bagi semua pengambil keputusan. Pemerintah Tradisional (traditional government) yang identik dengan paper-based administration mulai ditinggalkan. Transformasi traditional government menjadi electronic government (eGovernment) menjadi salah satu isu kebijakan publik yang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia eGovernment baru dimulai dengan inisiatif yang dicanangkan beberapa tahun lalu.
Berdasarkan definisi dari World Bank, eGovernment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah (seperti: Wide Area Network, Internet dan mobile computing) yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan. (www.worldbank.org). Dalam prakteknya, eGovernment adalah penggunaan Internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Internet merupakan salah satu dari sarana layanan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat, di samping internet masih banyak lagi produk teknologi informasi yang dapat diarahkan kegunaan untuk melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Roger Harris dalam bukunya yang berjudul Information and Communication Technologies for Poverty Alleviation (2004), mencatat sekurangnya 12 strategi pemanfaatan teknologi informasi yang dapat dimaksimalkan dampaknya untuk memberdayakan masyarakat, yaitu:
1. Mendistribusikan informasi yang relevan untuk pembangunan;
2. Memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged) dan terpinggirkan (marginalized);
3. Mendorong usaha mikro (fostering microentrepreneurship);
4. Meningkatkan layanan informasi kesehatan jarak jauh (telemedicine);
5. Memperbaiki pendidikan melalui e-learning dan pembelajaran-seumur-hidup (life-long learning);
6. Mengembangkan perdagangan melalui ecommerce;
7. Menciptakan ketataprajaan (governance) yang lebih efisien dan transparan melalui egovernance;
8. Mengembangkan kemampuan;
9. Memperkaya kebudayaan;
10. Menunjang pertanian;
11. Menciptakan lapangan kerja (creating employment); dan
12. Mendorong mobilisasi sosial.
Menurut hemat penyusun untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi sebagai sarana layanan informasi untuk memberdayakan masyarakat, maka perlu dilakukan beberapa langkah strategis di antaranya adalah:
1. Meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan manfaat teknologi informasi.
Dengan menyadari akan manfaat teknologi informasi, maka diharapkan masyarakat akan mampu menyerap berbagai informasi penting sehingga mendorong masyarakat untuk secara sadar melakukan kegiatan-kegiatan partisipatif yang mengarah kepada terbentuknya "masyarakat berdaya" di segala bidang. Peningkatan kesadaran ini dilakukan melalui penyelenggaraan aktivitas seperti seminar, kampanye melalui media massa, focus group discussion, konsultasi partisipatif, dan lain-lain.

2. Menyediakan akses informasi.
Penyediaan informasi ini haruslah informatif dan layanan yang relevan untuk masyarakat. Agar dapat berjalan berkesinambungan, masyarakat haruslah dapat merasakan manfaat yang dapat diambil dari akses informasi yang diberikan. Manfaat ini secara ekonomis dapat dirasakan melalui peningkatan penghasilan atau mengurangi pengeluaran. Oleh karena itu, informasi atau layanan yang diberikan haruslah tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (demand driven), diolah dalam format yang sederhana, bahasa yang dimengerti, serta disebarkan dengan media komunikasi yang biasa digunakan, seperti papan pengumuman desa, pengeras suara, penyuluhan desa, radio komunitas, atau medium lain yang sesuai dengan konteks lokal.
3. Membangun kemitraan antara masyarakat dan penyedia layanan informasi.
Penggalangan kemitraan adalah bagian penting dari program layanan informasi dan dimaksudkan terutama untuk mendukung pengembangan kemampuan masyarakat. Kemitraan ini dilakukan dengan semua pihak dari berbagai sektor, misalnya dengan departemen dan institusi kesehatan, pendidikan, industri, dan pertanian untuk mempromosikan pengembangan materi (content development) dan layanan informasi untuk orang miskin. Sebaliknya, pihak departemen dan instansi juga dapat dimudahkan tugasnya dengan pengadaan sarana layanan umum/publik melalui layanan informasi untuk disampaikan secara elektronik (online atau e-services).
Dari beberapa gagasan di atas diharapkan penyelenggaraan layanan informasi kepada masyarakat dapat mencapai sasaran secara tepat guna. Dengan melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan layanan informasi, penyediaan layanan informasi secara menyeluruh, dan membangun hubungan kemitraan antara penyedia layanan informasi dengan masyarakat diharapkan akan memberikan nilai positif dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat di segala bidang, dan pada akhirnya terciptalah suatu kondisi di mana masyarakt terbentuk menjadi "masyarakat berdaya" yang di antaranya memiliki sikap-sikap keberdayaan seperti: (1) memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat, memiliki sikap kemandirian dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya, (3) mampu memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, serta (4) mampu melakukan inisiatif lokal yang menunjukkan diri sebagai warga masyarakat yang memiliki ciri keberdayaan di segala bidang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tentang layanan informasi sebagai wahana untuk pemberdayaan masyarakat di atas dapat penulis simpulkan beberapa hal, di antaranya:
1. Informasi adalah benda abstrak yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan positif dan atau sebaliknya. Informasi dapat mempercepat atau memperlambat pengambilan keputusan.
2. Informasi dapat disajikan dalam berbagai bentuk baik lisan (oral), tercetak (printed), audio, maupun audio-visual gerak yang masing-masing memiliki ciri khas, kelebihan dan kekurangan.
3. Teknologi informasi merupakan seperangkat fasilitas yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang dalam prakteknya diarahkan untuk mendukung dan meningkatkan kualitas informasi yang sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat secara cepat dan berkualitas.
4. Yang menjadi hal utama yang akan diperdayakan oleh pemerintah agar masyarakat dapat meningkatkan statusnya maka yang menjadi perhatian yakni pada bidang pendidikan, ekonomi, teknologi, komunikasi, informasi, budaya, dan politik.
5. Pemanfaatan teknologi informasi untuk layanan informasi kepada masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Layanan informasi di masa sekarang tidak akan membuahkan hasil yang maksimal jika tidak didukung oleh teknologi informasi.
6. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses mengajak masyarakat agar mengetahui potensi yang dimiliki untuk dikembangkan dan menemukenali permasalahan yang ada, agar bisa diatasi secara mandiri oleh masyarkat itu sendiri.

7. Beberapa kendala layanan informasi kepada masyarakat di antaranya:
a. Kesadaran informasi masyarakat yang masih belum maksimal
b. Sikap terhadap teknologi belum menunjang
c. Penggunaan teknologi informasi belum merata, apalagi mengakar dalam kehidupan masyarakat
d. Penerapan budaya informasi belum didorong oleh pelembagaan atau kebijakan nasional.
8. Optimalisasi layanan informasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya:
a. Meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan manfaat teknologi informasi.
b. Menyediakan akses informasi yang informatif dan layanan yang relevan untuk masyarakat;
c. Membangun kemitraan antara masyarakat dan penyedia layanan informasi.

B. Saran
Adapun yang dapat kami sarankan dalam makalah ini bahwa dalam hal memanfatkan sebuah ilmu, seefisien mungkin digunakan untuk kemaslahatan manusia, dan dijadikan ilmu sebagai anugerah yang dapat digunakan untuk memberdayakan kehidupan baik sebagai individu maupun dalam lingkungan bermasyarakat dan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad, dkk. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Pedagogiana Press. Bandung. 2007
Dahlan, M. Alwi, dkk., Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia vol. 5 dan 6, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Hardjono, Agung, Strategi mengurangi kemiskinan dengan memanfaatkan Teknologi informasi dan komunikasi, Bappenas-UNDP.
Harris, Rogers W., Information and Communication Technologies for Poverty Alleviation, Asia-Pacific Development Information Programme, 2004
Indikator Teknologi Informasi dan Komunikasi Tahun 2001, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi dan Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ( P3TIE – BPPT ), 2001.
Mulyadi, Deddy. Mengharapkan Pelayanan Publik yang Optimal, Pikiran Rakyat, Sabtu, 07 Agustus 2004.
Pelayanan Publik, Ensiklopedi Wikipedia Indonesia, 2007
Rogers, M. Everett, Communication Technology- The New Media in Society, The Free Press, A. Dursion of Macmillan, Inc., New York, 1986.
Safri Sairin, materi seminar DPD Partai Golkar DIY, 9 November 2006, di Wisma KAGAMA,Bulaksumur, Yogyakarta
Setijadi, Defenisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali Press 1996.
Shannon, C., dan W. Weaver, The Matematical Theory of Communication, Urbana, Univ. of Illinois, 1949.
Siallagan, Windraty, eGovernment : Menuju Pelayanan Publik Yang Lebih Baik, Badan Akuntansi Negara, tth
Tanudikusumah, Djajusman, Citra Komunikasi, Jakarta, 1984.
Teknologi Informasi dan Komunikasi Perlu Landasan Hukum, Tempo Interaktif, Sabtu, 04 Desember 2004
Wahyudi, J.B. Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak, Jakarta, 1992.
Zorkoczy, Peter, Information Technology, England, Pitman Publishing Limited, diterjemahkan oleh Alex Tri Kantjono W dalam Teknologi Informasi, Jakarta, 1988.
http://webcache.googleusercontent.com, akses tanggal 25 Januari 2011
http://webcache.googleusercontent.com/search?q= akses tanggal 29 Januari 2011
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
D. Manfaat 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Informasi 5
B. Teknologi Informasi dan Hubungannya dengan Layanan Informasi 6
C. Hakekat Pemberdayaan Masyarakat 8
D. Pokok Utama yang Diberdayakan Pada Masyarakat 14
E. Beberapa Kendala Penerapan Layanan Informasi Untuk Pemberdayaan Masyarakat 25
F. Optimalisasi Layanan Informasi untuk Pemberdayaan Masyarakat 27
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 33
B. Saran 34

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan rahmat-Nya kepada penulis sehingga makalah dengan judul “Layanan Informasi Untuk Pemberdayaan Masyarakat” dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu kritik dan saran dari rekan-rekan pembaca maupun dosen pembimbing yang sifatnya membangun untuk kedepannya sangat penulis harapkan demi untuk kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Akhirnya penulis hanya bisa memanjatkan doa semoga Allah SWT memberikan kesempatan, kesehatan dan kemampuan bernalar dan mengkaji yang tinggi terhadap kita semua untuk mengeksplorasi ilmu-ilmu yang belum kita miliki.

Jakarta, Januari 2011

Penulis




MAKALAH: TIK


LAYANAN INFORMASI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT








Dosen Pengampuh:
Dr. Sri Dadi Supardi

OLEH
KELOMPOK I

1. A R A M U D I N
2. H A R T O N O
3. FAHRIDA YULIZA
4. NITA KOMARASARI
5. SITI NURHIKMAH

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011

TEORI PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK


1) TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER
Teori ekologi yang dikembangkan oleh Urine Bronfenbrenner (1917-2005) berfokus pada konteks-konteks sosial tempat anak-anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan mereka.
Ada lima sistem lingkungan, dari hubungan interpersonal yang kuat sampai pengaruh budayah internasional. Lima sistem tersebut adalah:
a. Mikrosistem
Mikrosistem adalah lingkungan tempat individu tersebut menghabiskan banyak waktu seperti: keluarga, teman sebaya, dan yang lainnya. Bagi Bronfenbrenner, siswa bukanlah penerima pengalaman yang pasif, melainkan serorang yan berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain dan membantu membetuk mikrosistem.
b. Mesositem,
Mesosistem adalah hubungan antara mikrosistem. Contohnya hubungan antara pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah, serta antara keluarga dan dan teman sebaya. Sebagai contoh: pikirkanlah satu mesositem yang penting, yaitu hubungan antra keluarga dan sekolah. Dalam sebuah studi dari ribuan siswa kelas delapan, pengaruh pengalaman keluarga dan kelas terhadap sikap dan prestasi para siswa, diteliti ketika para siswa sedang mengalami masa transisi dari tahun terakhir sekolah menengah pertama ke tahun pertama sekolah menengah atas (Epstein, 1983). Siswa yang diberi banyak kesempatan untuk berkomunikasi dan membuat keputusan, baik ketika berada di rumah atau di kelas, menunjukkan lebih memiliki inisiatif dan mendapatkan nilai yang lebih baik.
c. Ekosistem
Ekosistem berfungsi ketika pengalaman di keadaan lain (dimana siswa tersebut tidak memiliki peran aktif) mempengaruhi apa dialami siswa dan guru dalam konteks terdekat. Sebagai contoh, pikirkanlah dewan pengawas sekolah dan taman dalam suatu masyarakat. Mereka mempunyai peran yang kuat dalam menentukan kualitas sekolalah , taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan. Keputusan mereka bisa membantu atau menghalangi perkembagan seorang anak.
d. Makro sistem
Melibatkan buda yang yang lebih luas. Budaya merupakan istilah yang sangat luas, mencakup peran faktor etnis dan sosial ekonomi dalam perkembangan anak-anak. Inilah konteks yang paling menyeluruh dimana siswa dan guru tinggal, termasuk berbagai nilai dan kebiasaan masyarakat(Cole,2006;Shwder,dkk,2006). Sebagai contoh, beberapa budaya(seperti budaya negara islam- misalnya Mesir atau Iran) menekankan peran gender tradisional. Budaya lain (seperti yang ditemukan di Amerika serikat) menerima peran gender yang lebih bervariasi. Disebagian besar negara islam, sistem pendidikan mendukung dominasi laki-laki. Di Amerika serikat, sekolah-sekolah lebih mendukung nilai kesetaraan dalam kesempatan untuk perempuan dan laki-laki.
e. Kronosistem
Mencangkup kondisi sosiohistoris dari perkembangan para siswa. Sebagai contoh, kehidupan anak-anak pada zaman sekarang berbeda dalam banyak hal, bila dibandingkan pada saat orang tua kakek atau nenek mereka masih anak-anak. Anak-anak pada zaman sekarang lebih sering beraada di tempat pengasuh anak, menggunakan komputer, hidup dalam keluarga yang bercerai atau menikah lagi, kurang memiliki hubungan dengan kerabat di luar keluarga dekat mereka, dan tumbuh dewasa di berbagai kota yang terpencar-pencar bukan termasuk perkotaan, pedesaan, atau pinngiran kota.



Mengevaluasi Teori Brenfenbrenner
Teori Brenfenbrenner telah memperoleh popularitas beberapa tahun terakhir. Teori ini sedikit memberi satu dari sedikit kerangka kerja teoritis untuk menelaah konteks sosial, secara sisemtis baik pada level makro maupun level mikro, menjebatani antara teori perilaku yang berfokus pada hal kecil dan teori antropologi yang menganalisis hal yang lebih besar. Teori ini sangat menolong dan menunjukan bahwa perbedaan dalam kehidupan anak-anak saling berkaitan.
Para pengkritik teori Brenfenbrenner mengatakan bahwa teori tersebut tidak terlalu memperhatikan faktor biologis dan faktor kognitif perkembangan anak-anak. Mereka juga menyatakan bahwa teori tersebut tidak membahas perkembangan secara bertahap, yang merupakan fokus beberapa teori, seperti teori Piaget dan teori Erikson.

2) TEORI PERKEMBANGAN RENTANG KEHIDUPAN ERICSON
Dalam teori Erikson (1968), menjelaskan bahwa ada delapan tahapan perkembangan digambarkan seperti individu menyusuri rentang kehidupannya. Setiap tahap terdiri atas tugas perkembangan yang mempertemukan individu dengan sebuah krisis. Bagi Erikson, setiap krisis bukanlah sebuah bencana, melainkan merupakan titik balik dari kerentanan yang semakin meningkat dan potensi yang semakin tinggi. Semakin berhasil individu menyelesaikan setiap krisis, semakin sehat individu tersebut secara psikologis. Setiap tahap mempunyai sisi positif dan sisi negatif.
Delapan tahap perkembangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Kepercayaan (trust) versus ketidak percayaan (mistrust), adalah tahap psikososial Erikson yang pertama. Tahap ini muncul pada tahap pertama kehidupan.kepercayaan dapat dapat berkembang dengan baik jika anak mendapatkan kehangatan dan kasih sayang yang cukup. Hasil positifnya adalah anak merasa nyaman dan tidak merasa takut. Ketidak percayaan berkembang ketika bayi diperlakukan secara terlalu negatif atau diabaikan.
2) Otonomy (autonomy) versus rasa malu ragu (shame and doubt), adalah tahap psikososial Erikson yang kedua. Tahap ini muncul pada akhir masa bayi dan usia toddler. Setelah mendapatkan kepercayaan dalam diri pengasuh mereka, bayi mulai mengetahui bahwa perilaku mereka adalah wajar. Mereka menyatakan kebebasan mereka dan menghindari kehendak mereka. Apabila bayi dikendalikan atau dihukum terlalu keras, mereka akan mengembangkan perasaan malu dan ragu.
3) Inisiatif (initiative) versus rasah bersalah (guilt) adalah tahap psikososial Erikson yang ketiga. Tahpn ini sesuai dengan masa kanak-kanak awal, yaitu sekitar tiga sampai lima tahun.seiring dengan banyaknya pengalaman dan lingkungan sosial, anak-anak dituntut untuk lebih baik dibandingkan ketika mereka masih bayi. Untuk menghadapi tantangan ini, mereka harus terlibat dalam perilaku yang aktif dan mempunyai tujuan. Dalam tahap ini, orang dewasa mengharapkan anak-anak untuk menjadi lebih bertanggungjawab atas diri sendiri dan barang kepunyaan mereka. Mengembangkan rasa tanggungjawab akan meningkatkan inisiatif.anak-anak akan mengembangkan rasa bersalah apabila mereka tidak bertaggung jawab atau terlalu cemas.
4) Rajin (industry) versus rendah diri (inferiority) adalah tahap psikososial Erikson yang keempat. Tatap ini kuranglebih sesuai dengan masalah sekolah dasar, dari usia 6 tahun sampai pubertas atau masa remaja awal. Inisiatif akan membawah anak-anak ke dalam berbagai pengalaman baru. Ketika mereka memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan energi mereka untuk menguasai ilmu dan keterampilan intelektual.anak-anak lebih antusias belajar pada tahap ini ketimbang pada akhir masa kanak-kanak awal, ketika daya imajinasi mereka tinggi. Bahaya dalam tahun-tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, ketidakproduktifan dan ketidak cakapan.
5) Identitas (identity), versus kebingungan identitas (identity konfusion), tahap ini sesuai dengan masa remaja. Remaja berusaha untuk mencaritahu diri mereka, seperti apakah mereka dan kemana tujuan hidup mereka. Mereka dihadapkan dengan banyak peran baru dan status orang dewasa (seperti pekerjaan dan cinta). Remaja perlu diijinkan untuk mengeksplorasi jalan–jalan yang berbeda untuk membentuk identitas mereka. Apabila remaja tidak cukup mengeksplorasi peran-peran yang berbeda dan tidak mengembangkan masa depan jalan yang positif, mereka akan tetap merasa bingung akan identitas mereka.
6) Keintiman (intimacy) versus isolasi (isolation), tahap ini sesuai dengan masa dewasa awal, usia 20-an dan 30-an. Tugas perkembangannya adalah membentuk hubungan yang positif dengan orang lain. Bahaya dalam tahap ini adalah seseorang akan gagal membentuk hubungannnya yang akrab dengan teman atau pasangan dan menjadi terasing secara sosial.
7) Generativitas (generativity), versus stagnasi (stagnation). Tahap ini sesuai dengan masa dewasa menengah usia 40-an dan 50-an. Generativitas berarti memindahkan sesuatu yang positif ke generasi berikutnya. Ini bisa melibatkan peran-peran seperti menjadi orang tua dan guru, dimana orang dewasa membantu generasi berikutnya dalam mengembangkan kehidupan yang berguna.
8) Integritas (integrity) versus keputusasan (despair), tahap ini sesuai dengan masa dewasa akhir, usia 60-an sampai kematian. Orang dewasa yang lebih tua meninjau kembali kehidupan mereka, merenungkan apa yang telah mereka lakukan. Apabila evaluasi yang berkaitan dengan masa lampau ini positif, mereka mengembangkan rasa integritas. Artinya mereka menganggap kehidupan mereka memiliki integritas yang positif dan layak dijalani. Sebaliknya, orang dewasa lebih tua menjadi semakin putus asa bila kilas balik mereka sebagian besar negatif.
Untuk lebih jelasnya perkembangan sosial emosional menurut Erikson dapat digambarkan sebagai berikut:



3) STRATEGI MENDIDIK ANAK MENURUT TEORI ERIKSON
a) Mendorong insiatif dalam diri anak-anak.anak-anak pada program pendidikan pra sekolah dan masa kanak-kanak awal harus diberi banyak kebebasan untuk mengeksplorasi dunia mereka.mereka harus diijinkan untuk memilih beberapa aktifitas di mana mereka akan terlibat dan dan diberi materi yang menarik untuk merangsang imajinasi mereka.anak-anak pada tingakatan ini senang bermain.bermain tidak hanya memberi manfaat untuk perkembang sosial emosional mereka tetapi juga mearupakan media yang penting untuk pertumbuhan kognitif mereka.
b) Mendorong anak-anak sekolah dasar untuk lebih rajin. Para guru mempunyai tanggung jawab khusus untuk mendorong anak-anak lebih rajin. Erikson berharap guru-guru dapat memberi susasana yang mebuat anak-anak bergairah untuk belajar.
c) Menstimulasi eksplorasi identitas pada masa remaja. Kenali bahwa identitas siswa itu bersifat multi dimensional. Aspek-aspek mencangkup tujuan pendidikan, perestasi intelektual, serta minat dan hobi olah raga, musik dan bidang-bidang lain.mintalah para remaja untuk menulis esay tentang aspek-aspek tersebut, mengeksplorasi siapa diri mereka, dan apa yang mereka ingin mereka lakukan dalam hidup mereka.dorongah para remaja untuk berpikir secara independend dengan bebas mengungkapkan pandangan mereka.
d) Periksalah hidup anda sebagai guru melalui lensa delapan tahapan Erikson. Sebagai contoh, anda mungkin berada pada usia dimana Erikson mengatakan bahwa isu yang paling penting adalah identitas versus kebingungan identitas. Sebuah aspek penting dari perkembangan bagi orang dewasa awal adalah memiliki hubungan yang positif dan akrab dengan orang lain.
e) Manfaatkan karakteristik dan beberapa tahapan Erikson yang lain. Guru-guru yang kompeten, dapat dipercaya, menunjukan inisiatif, rajin dan menunjukan penguasaan, serta termotivasi untuk mengontribusikan sesuatu yang berarti untuk generasi berikutnya.





4) KONTEKS PERKEMBANGAN SOSIAL

a) Keluarga
Anak-anak tumbuh dewasa dalam keluarga yang berragam. Setiap keluarga mempunyai pola asuh yang bebeda-beda dalam mengasuh anaknya. Gaya pengasuhan orangtua snagat berpengaruh terhadap pembentukan sosial anak.
Baumrind mengatakan bahwa ada empat bentuk utama gaya pengasuhan orang tua yaitu:
1. Pola asuh otoriter (ooritarian parenting), bersifat membatasi dan menghukum.orang tua otoriter mendesak anak-anak untuk mengikuti perintah mereka dan menghormati mereka. Mereka mendapatkan batas dan kendali yang tegas terhadap anak-anak mereka dan mengijinkan sedikit komunikasi verbal.
2. Pola asuh Otoritatif (autoritative parenting), mendorong anak-anak untuk mandiri, tetapi masih menempatkan batas-batas dan mengendalikan tindakan mereka.
3. Pola asuh mengabaikan (neglectful parenting), adalah gaya pengasuhan dimana orng tua tidak terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka.ketika anak-anak mereka menginjak masa remaja atau anak-anak, orangtua mereka tidak dapat menjawab pertanyaan ,”sekarang pukul 10 malam, apakah anda tahu dimana anak anda sekarang.
4. Pola asuh yang memanjakan (indulgent parenting), adalah gaya pengashan dimana orangtua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi hanya sedikit batasan atau larangan atas perilaku mereka.orangtua ini membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan dan mendapatkan keinginan mereka karena mereka yakin bahwa kombinasi dari pengasuhan yang mendukung dan kurangnya batasan, akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. Hasilnya adalah anak-anak ini biasanya tidak belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri.
Lebih rinci polah pengasuhan orang tua dapat diuraikan sebagai berikut:


Anak-anak dari orangtua yang bercerai
Pengaruh perceraian terhadap anak-anak sangatlah kompleks, bergantung pada faktor seperti usia anak , kelebihan dan kekurangan anak pada saat perceraian, jenis pengawasan, status sosial ekonomi, dan fungsi keluarga pasca perceraian (lansford,dkk,2006). Penggunaan sistem pendukung (kerabat, teman, pengurus rumah tangga), hubungan positif yang terus menerus antara orang tua wali dan mantan suami atau istri , kemampuan untuk memenuhi finansial, dan pendidikan yang berkualitas membantu anak-anak menyesuaikan diri dengan keadaan perceraian yang penuh tekanan (huure, junkkari & Aro, 2006)



Conto kasus perceraian orang tua
Maggie adalah seorang siswa kelas lima yang berusia sepuluh tahun, sebelumnya Magie merupakan seorang anak yang bahagia dan mempunyai prestasi yang bagus di sekolah, tetapi semua itu berubah ketika orang tuanya baru-baru ini berpisah. Ayahnya pindah dari rumah dan ibu Magie menjadi tetekan. Maggie mulaitidak pergi ke sekolah. Sekarang meskipun ia datang ke sekolah secara teratur, ia kesulitan untuk berkonsentrasi pada tugas sekolahnya.
Berikut ini beberapa strategi untuk menyelesaikan masalah anak di atas:
1. Temuilah orang tuanya.
2. Rekomendasikanlah bantuan profesional
3. Dukunglah sianak
4. Rekomendasikalah buku yang bagus, yang berkaitan dengan perceraiian

b) Keterlibatan orangtua dan hubungan sekolah – keluarga-masyarakat

Guru-guru yang berpengalaman, memngetahui pentingnya membuat orang tua terlibat dalam pendidikan anak-anak. Dalam sbuah survei , para guru menyebutkan ketelibatan orang tua sebagai prioritas nomor satu untuk meningkatkan kualitas pendidikan (Chira, 1993). Namun sekolah sering kali tidak menentukan tujuan atau mengimplementasikan program ynag efektif untuk merealisasikan keterlibatan tersebut (Epstein, 2001)
Sebuh studi dilakukan untuk meneliti apakah pengasuhan di luar sekolah berhubungan dengan prestasi akademik anak-anak pada akhir kelas satu sekolah Dasar. Lima jenis pengasuhan di luar sekolah yang akan dipelajari adalah sebelum dan sesudah program sekolah, kegiatan ekstra kurikuler, pengasuh ayah, dan pengasuhan yang bukan dilakukan oleh orang dewasa-biasanya saudara kandung yang lebih tua. (NICHD early Care research Network, 2004). “anak-anak yang secara konsisten berpatisipasi dalam aktivitas ekstarakulir selama taman kanak-kanak dan kelas satu mendapat niai ujian matematika standardisasi yang lebih tinggi daripada anak-anak yang secara konsisten berpartisipasi dalam aktivitas ini. Partisipasi dalam jenis pengasuhan di luar sekolah lainnya tidak secara konsisten berpartisipasi dalam aktivitas ini. Partisipasi dalam jenis pengasuhan di luar sekolah lainnya tidak berhubungan dengan perkembangan.
c) Teman Sebaya
Selain keluarga dan guru, teman sebaya juga memainkan peran penting dalam perkembangan anak-anak. Dalam konteks perkembangan anak, teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang memiliki usia yang sama memainkan peran khusus dalam perkembangan sosioemosional anak-anak. Salah satu fungsi yang paling penting dari teman sebaya adalah untuk memberikan sumber imformasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga.
Para ahli perkembangan telah menemukan lima jenis status teman sebaya yaitu:
1. Anak populer
Anak populer sering dianggap sebagai teman baik dan jarang tidak disukai oleh teman sebaya mereka.anak-anak populer meberikan penguatan, mendengarkan dengan seksama, menjaga komunikasi yang terbuka dengan teman sebaya, bahagia, bertindak sebagaimana adanya, menunjukan antusiasme dan perhatian terhadap orang lain, serta percaya diri tanpa bersifat sombong.
2. Anak-anak yang teabaikan
Anak-anak yang terabaikan jarang dianggap sebagai teman baik, tetapi tidak berati tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
3. Anak-anak yang ditolak
Anak-anak yang ditolak jarang dianggap sebagai teman seseorang dan sering sekali tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
4. Anak-anak yang kontroversial
Anak yang kontroversial sering dianggap baik sebagai teman baik seseorang dan bisa pula sebagai anak yang tidak disukai.
Baru-baru ini, dalam suatu studi longitudinal selama 2 tahun menekankan pentingnya persahabatan (Wentzel, bary, & Caldwell, 2004). Para siswa kelas enam tidak memiliki teman, kurang terlibat dalam perilaku proporsional (kerjasama, berbagi, membantu yang lain), mendapatkan nilai yang lebih rendah, dan lebih sedih secara emosional daripada rekan-rekan mereka yang memliki satu atau lebih teman.



d) Sekolah
Disekolah, anak-anak menghabiskan bertahun-tahun waktunya sebagai anggota dari satu masyarakat terkecil yang memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan sosioemosional mereka. Dalam setiap kelas yang kita ajar, beberapa anak akan memiliki keterampilan sosial yang lemah, satu atau dua anak mungkin anak-anak yang ditolak, beberapa anak yang lain mungkin adalah anak-anak yang terabaikan. Ingatlahlah memperbaiki keterampilan sosial adalah lebih mudah ketika anak-anak berusia 10 tahun atau lebih mudah (malik dan Fuman, 1993). Pada masa remaja remaja reputasi teman sebaya menjadi semakin penting.
Berikut ini beberapa strategi yang bagus untuk memperbaiki keterampilan sosial anak-anak yaitu:
1. Membantu anak-anak yang ditolak untuk belajar mendengarkan teman sebaya dan “mendengarkan apa yang mereka katakan “ daripada berusaha untuk mendominsi teman sebaya.
2. Membantu anak-anak yang terabaikan mendapatkan perhatian dari teman sebaya dalam cara yang positif dan terus mempetahankan perhatian mereka.
3. Memberi pengetahuan kepada anak-anak yang memiliki keterampilan sosial yang rendah tentang cara meningkatkan keterampilan tersebut.
4. Membaca dan mendiskusikan buku yang sesuain tentang hubungan teman sebaya dengan siswa-siswa dan merencanakan permaianan serta aktifitas yang mendukung.
Berikut ini beberapa tema pendidikan yang sesuai dengan perkembangan (Bredekamp & Copple, 1997):
• Bidang perkembangan anak- fisik, kognitif, dan sosio emosional-memilikihubungan yang erat. Perkembangan dalam satu bidang bisa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan dalam bidang-bidang lain.
• Perkembangan terjadi dlam satu urutan yang relatif teratur dengan kemampuan. Keterampilan, dan pengetahuan yang berikutnya terbentuk di atas yang telah dipelajari.
• Variasi individu mencirikan perkembangan anak
• Perkembangan dipengaruhi oleh banyak konteks sosial dan budaya.
• Anak-anak adalah pelajar yang aktif dan harus didorong untuk membentuk suatu pemahaman tentang dunia di sekeliling mereka.
• Perkembangan mengalami kemajuan ketika anak-anak memiliki kesempatan untuk melatih keterampilan yang baru dipelajari dan ketika mereka mengalami sebuah tantangan di luar tingkat penguasaan mereka saat ini.
• Anak-anak berkembang denga sangat baik dalam lingkungan dimana mereka merasa aman dan dihargai, kebutuhan fisik mereka terpenuhi, dan mereka merasa aman secara psikologis.

Minggu, 23 Januari 2011

TEORI PIAGET TENTANG PERKEMBANGAN BAYI

Piaget yakin bahwa seorang anak  melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut berasal dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri (adapt) dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi) dan adanya  perngorganisasian struktur berpikir. tahap-tahap pemikiran ini secara kualitatif bebrbeda dari setiap individu. cara anak berpikir pada suatu tahap tertentu sangat berbeda dengan cara berpikir pada tahap lain. ini bertentangan dengan pengukuran intelegensi terstandard dimana fokusnya adalah pada apa yang diketahui anak-anak, atau beberapa banyak yang dapat dijawab oleh anak-anak dengan benar (Ginsburg & Opper, 1988). menurut Piaget, perkembangan pemikiran dibagi kedalam empat tahap yang secara kualitatif sangat berbeda:
1. sensorik-motoris
2. pra operasional
3. operasional konkrit
4. operasional formal
1.Tahap Perkembangan Sensoris-Motoris
Menurut Piaget tahap sensori-motorik berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira usia 2 tahun, sama dengan periode masa bayi. selama masa ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik -oleh karena itu, namanya sensori motorik ( Piaget, 1952) 

Menurut Piaget tahap ini dibagi lagi kedalam 6 sub tahap, yang masing-masing meliputi perubahan-perubahan kualitatif tahapan organisasi sensori motorik. Istilah skema (schema) mengacu kepada unit dasar atau suatu pola pemfungsian sensorik-motorik yang terorganisasi.ke-enam tahap sensori motorik yang  yang dimaksud adalah:
1. Refkek sederhana  (simple Reflexes) adalah sub thap sensoris motorik yang pertama Piaget, yang terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran. pada sub tahap ini, alat dasar koordinasi sensasi dan aksi adalah melalui perilaku reflektif, seperti mencari dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak lahir. (anatar 0- 1 bulan )
2. kebisasan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer (first habits and primary circular rections) adalah sub tahap yang berkembang antara usia 1 dan 4 bulan. pada sub tahap ini, bayi belajar mengkoordinasikan sensasi dan tipe skema atau struktur - yaitu kebiasaan - kebiasaan dan reaksi-rekasi sirkular primer.      
 Rekasi sirkuler primer (primer sircular reaction), adalah suatu skema yang didasarkan pada usaha bayi untuk mereproduksi suatu peristiwa yang menarik atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan.
3. Reaksi sirkuler sekunder (secondary circular reaction) adalah sub tahap yang berkembang antara usia 4 sampai 8 bulan. pada sub tahap ini bayi semakin berorientasi atau berfokus pada benda di dunia, yang bergerak di dalam keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensori motorik.
4. Koordinasi reaksi sirkuler sekunder (coordination of secondary sircular reaction) adalah sub tahap sensori-motorik yang berkembang antara 8 dan 12 bulan.pada sub tahap ini, beberapa perubahan yang signifikan berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan.
5. Rekasi sirkular tersier, kesenangan atas sesuatu yang baru, dan keingin tahuan (tertiary circular reactions, novelty, and curiosity) adlah sub tahap sensori -motorik yang berkembang anatara usia 12 dan 18 bulan. pada tahap ini, bayi semakin tergugugah minatnya oleh berbagai hal yang ada pada benda- benda itu dan oleh banyaknya hal yang dapat mereka lakukan pada benda - benda itu.
6. Internalisasi skema ( internalization of schemes), adalah sub tahap sensori motorik yang berkembang atara usia 18 dan 24 bulan. pada sub tahap ini fungsi mental bayi berubah dari suatu taraf sensori-motorik murni menjadi suatu taraf simbolis, dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol primitif            

2. Tahap pra Operasional

Pada umur 2- 7 tahun anak sudah mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata gambar, dan likisan. namun anak pra sekolah masih kurang mampu melakukan operasi (tindakan mental yang terinternalisasi) yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang sebelumya hanya dilakukan secara fisik. akan tetapi beberapa hambatan pemikiran anak pada tahap ini adlah egosentrisme dan sentralisasi.

3. Tahap operasional Konkrit
 
Tahap ini berkisar pada usia 7- 11 tahun, anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis menggantikan pikiran intuitif selama penalaran dapat diterapkan pada contoh kasus dan konkret, memahami konsep percakapan, mengorganisasikanobyek menjadi kelas-kelas hierarki (klasifikasi) dan menempatkan obyek-obyek dalam urutan (serialisasi)

4. Tahap Operasional Formal

Tahap ini berkisar antara 11- 15 tahun, individu lebih melampaui pengalaman konkrit dan berpikir abstrak, idealis, dan logis. berpikir lebih abstrak, remaja menciptakan bayangan situasi ideal, berpikir mengenai bagaimana orangtua yang seharusnya dan membandingkanorangtua mereka dengan standar ideal ini.
By: Hartono, mahasiswa Pasaca sarjana UNJ 2010/2011
   
   

Sabtu, 08 Januari 2011

KERANGKA PROSAL TESIS HARTONO

JUDUL PROPOSAL : HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP TINGKAHLAKU STIMULASI DINI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 4-6 TAHUN


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B.. PERUMUSAN MASALAH
C. PEMBATASAN MASALAH
D. MANFAAT  PENELITIAN

BAB II
KAJIAN TEORI
A. KONSEP PENGETAJUAN
B. KONSEP SIKAP
C. KONSEP TINGKAHLAKU
D. KONSEP MOTORIK HALUS ANAK USIA 4-5 TAHUN


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. TUJUAN PENELITIAN
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
C. METODE PENELITIAN
D. POPULASI DAN SAMPLING
E. TEKHNIK PENGUMPULAN DATA
F. INSTRUMEN PENELITIAN
G. TEKHNIK ANALISA DATA